Kudus, 16 Maret 2024 — Di tengah persawahan yang terendam banjir, tiga santri berhati mulia menemui ajal mereka. Sungguh, nasib yang kelam ini menggetarkan hati kita semua. Bagaimana bisa peristiwa sederhana seperti berangkat ke pesantren berubah menjadi tragedi yang memilukan?
Mengapa Mereka Berada di Persawahan?
Ketiga santri ini—nama mereka belum kami ungkapkan—berangkat menuju pesantren dengan tekad yang kuat. Mereka ingin mengejar ilmu agama, menghafal Al-Quran, dan mengabdi kepada Allah. Sayangnya, takdir berkata lain. Persawahan yang biasanya menjadi tempat subur bagi tanaman padi kini berubah menjadi perangkap maut.
Banjir yang Tak Terduga
Banjir yang melanda Kudus pada hari itu tak terduga. Hujan deras yang turun semalaman membuat air sungai meluap dan membanjiri persawahan. Ketiga santri ini, tanpa tahu apa yang menanti mereka, berusaha menyeberangi lahan yang terendam. Mungkin mereka berpikir, “Kami hanya ingin sampai ke pesantren. Apa yang bisa salah?”
Namun, arus deras dan lumpur yang menggenangi persawahan menjadi musuh tak terlihat. Ketika kaki mereka terperosok, ketiga santri itu berjuang untuk bertahan. Sayangnya, nasib berkata lain. Mereka tenggelam dalam lumpur dan air yang mengalir deras.
Kehilangan yang Menggetarkan Hati
Kabar tentang kejadian ini menyebar cepat. Warga sekitar, termasuk para santri lain, berduka cita. Bagaimana tidak? Ketiga saudara kita ini telah berkorban dalam perjalanan menuju ilmu dan kebaikan. Kini, kita harus bertanya pada diri sendiri: Apakah kita sudah cukup waspada terhadap bencana alam? Apakah kita menghargai setiap momen hidup yang kita miliki?
Tragedi ini mengajarkan kita banyak hal. Kita harus selalu waspada terhadap perubahan cuaca dan bencana alam. Kita juga harus menghargai setiap kesempatan yang diberikan oleh Tuhan. Ketiga santri ini, meski tak dikenal namanya, meninggalkan jejak yang mendalam dalam hati kita. Semoga mereka tenang di sisi-Nya.