Seiring mendekatnya bulan suci Ramadan, masyarakat Demak, Jawa Tengah, sangat menantikan Festival Megengan tahunan. Acara budaya ini, yang dirayakan sehari sebelum bulan puasa dimulai, menarik ratusan orang untuk menyaksikan berbagai pertunjukan budaya. Namun, di luar pertunjukan, Megengan juga menjadi kesempatan utama untuk menikmati kelezatan kuliner tradisional, seperti sate keong dan lontong lodeh.
Warisan Kuliner Megengan
Sate keong, hidangan siput tradisional yang ditusuk, adalah ciri khas Festival Megengan. Dicelup dalam saus kacang yang gurih dan dipadukan dengan lontong lodeh—semur sayuran dengan telur dan ayam—hidangan ini dikatakan sebagai warisan berharga dari masa lalu Demak, yang diturunkan dari generasi ke generasi.
Kelezatan yang Langka
Wahib, 38, seorang pengunjung festival, khusus datang ke Megengan untuk menikmati sate keong. Dia menggambarkan rasanya sebagai kelezatan yang unik. Menurutnya, sate keong adalah penemuan langka, biasanya disediakan khusus untuk perayaan Megengan. “Ini adalah sajian spesial yang muncul di Demak hanya saat Megengan,” jelasnya.
Kisah Penjual Sate Keong
Katarina Wahyu Sulistyowati, 56, seorang penjual sate keong, berbagi bahwa hidangan ini adalah pengalaman kuliner yang sangat dirindukan dan ditunggu-tunggu setiap tahun. Untuk Megengan tahun ini, dia telah menyiapkan sekitar 200 tusuk dari 60 kilogram siput. “Siput direbus terlebih dahulu, kemudian dimasak lagi dengan bumbu bacem—campuran rempah tradisional,” jelasnya.
Bergizi dan Lezat
Lilis, panggilan akrab Katarina, menyarankan untuk mencocokkan sate keong dengan lontong opor—hidangan yang terdiri dari lontong, sayuran, telur, dan ayam cincang. Dia menekankan bahwa siput pernah menjadi makanan pokok sehari-hari bagi masyarakat pedesaan, dihargai karena protein dan gizinya. “Siput bukan hanya bagian dari sejarah kuliner kita tetapi juga sumber kesehatan,” tambahnya.