Jepara – Daniel Frits Maurits Tangkilisan, seorang aktivis lingkungan yang berasal dari Karimunjawa, harus menghadapi sidang pokok perkara kasus UU ITE yang menimpanya. Hal ini setelah majelis hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Jepara menolak eksepsi yang diajukan olehnya melalui tim kuasa hukumnya.
Sidang Putusan Sela
Daniel, yang dikenal sebagai pejuang lingkungan di Karimunjawa, datang ke ruang Chandra PN Jepara pada Selasa (27/2/2024) untuk mendengarkan putusan sela dari majelis hakim. Dia mengenakan pakaian berwarna putih dan tampak tenang.
Sidang dipimpin oleh Hakim Ketua Parlin Mangantas Bona, didampingi oleh Hakim Anggota Joko Ciptano dan Yusuf Sembiring. Dalam putusan sela yang dibacakan oleh Hakim Ketua, majelis hakim menyatakan menolak eksepsi yang diajukan oleh Daniel dan memerintahkan agar sidang dilanjutkan dengan pemeriksaan pokok perkara.
“Menolak eksepsi yang diajukan penasihat hukum terdakwa, kedua memerintahkan agar pemeriksaan pokok perkara atas nama Daniel Frits Maurits Tangkilisan dilanjutkan. Tiga menangguhkan biaya perkara ini sampai dengan putusan hakim,” ujar Parlin.
Parlin juga menjelaskan bahwa sidang selanjutnya adalah pembuktian, yang akan dimulai dari jaksa penuntut umum dan kemudian dari tim penasihat hukum atau terdakwa. Sidang pembuktian dijadwalkan pada 5-6 Maret 2024.
“Jadi demikian putusan yang kami bacakan, pada terdakwa, penasihat hukum dan jaksa penuntut umum, jadi oleh perkara ini dilanjutkan maka agenda persidangan berikutnya adalah pembuktian ya,” kata Parlin.
“Pembuktian diawali oleh penuntut umum, kemudian tim penasehat hukum atau terdakwa,” tambahnya.
Reaksi Tim Penasihat Hukum dan Jaksa Penuntut Umum
Tim penasihat hukum Daniel, yang diwakili oleh Muhnur Setyaprabu, menyatakan kekhawatiran dan kekecewaan atas penolakan eksepsi yang diajukan oleh kliennya. Dia menganggap bahwa hakim tidak bisa melihat secara menyeluruh bahwa Daniel adalah seorang pejuang lingkungan yang berhak mendapatkan perlindungan hukum.
“Pertama saya mengkhawatirkan nasib pejuang lingkungan ke depan, karena kalau di persidangan harus membuktikan pokok perkara maka apa gunanya eksepsi, eksepsi peraturan Mahkamah Agung dan kejaksaan itu hanya memberikan bukti awal, jadi tidak mengangkut pokok perkara,” ungkap Muhnur.
“Kekecewaan kami bukan karena eksepsi ditolak tidak, tapi kekecewaan saya adalah hakim tidak bisa melihat bahwa yang namanya pejuang lingkungan harus diputus di situ pejuang lingkungan apa tidak,” lanjutnya.
Muhnur juga menyoroti bahwa dakwaan jaksa penuntut umum sudah menyimpang dari konteks awal, yaitu mengenai penggunaan kata ‘otak udang’ oleh Daniel di media sosial. Dia menilai bahwa kata ‘otak udang’ tidak mengandung unsur penghinaan atau pencemaran nama baik, dan bahwa Daniel berhak menyebut istilah musala dan masjid sebagai bagian dari kebebasan berpendapat.
“Ketiga kalau tanggapan jaksa penuntut umum dia sudah kehilangan konteks dan teksnya, pertama adalah jaksa melihat ada istilah musala dan masjid, yang dakwaan adalah otak udang, tidak ada istilah masjid musala, masjid dan musala boleh disebutkan oleh siapapun,” jelasnya.
Sementara itu, jaksa penuntut umum, Irfan Surya, mengaku menerima putusan sela yang dibacakan oleh majelis hakim. Dia mengatakan bahwa pihaknya siap untuk membuktikan dakwaan yang telah disusun sesuai dengan fakta-fakta yang ada.
“Kami menerima putusan sela ini, kami siap untuk membuktikan dakwaan kami, kami sudah menyiapkan saksi-saksi dan alat bukti yang relevan dengan perkara ini,” kata Irfan.
Latar Belakang Kasus
Daniel ditetapkan sebagai tersangka kasus UU ITE oleh Polres Jepara pada 9 Desember 2023. Dia diduga melanggar Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (3) UU ITE tentang pencemaran nama baik atau penghinaan melalui media elektronik.
Daniel dilaporkan oleh seorang warga Karimunjawa bernama Samsul Hadi, yang merasa tersinggung dengan unggahan Daniel di media sosial Facebook pada 7 Desember 2023. Dalam unggahannya, Daniel menyebut Samsul sebagai ‘otak udang’ karena dianggap tidak peduli dengan lingkungan.
Daniel juga menyebut bahwa Samsul telah membangun musala di atas lahan milik negara tanpa izin. Daniel mengkritik Samsul yang mengaku sebagai tokoh agama, tetapi tidak menghormati aturan dan hak-hak masyarakat.
Daniel adalah seorang aktivis lingkungan yang aktif dalam berbagai kegiatan pelestarian alam di Karimunjawa. Dia juga merupakan salah satu pendiri Komunitas Karimunjawa Peduli Lingkungan (KKPL), yang bergerak di bidang pengelolaan sampah, penanaman mangrove, dan edukasi lingkungan.
Daniel mengaku tidak bermaksud menghina atau mencemarkan nama baik Samsul, tetapi hanya ingin menyampaikan aspirasi dan kritik sebagai warga Karimunjawa yang peduli dengan lingkungan. Dia juga mengatakan bahwa unggahannya sudah dihapus sebelum dilaporkan ke polisi.
Kasus UU ITE yang menjerat Daniel ini mendapat sorotan dari berbagai pihak, termasuk organisasi masyarakat sipil, aktivis lingkungan, dan akademisi. Mereka menilai bahwa kasus ini merupakan bentuk kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
Mereka juga menuntut agar kasus ini dihentikan dan Daniel dibebaskan dari segala tuntutan hukum. Mereka menganggap bahwa Daniel adalah korban dari ketidakadilan dan kepentingan-kepentingan tertentu yang ingin membungkam suara-suara kritis di Karimunjawa.