Gebyuran Bustaman: Tradisi Unik dan Menyenangkan Menyambut Bulan Puasa di Semarang

yohanes

Gebyuran Bustaman: Tradisi Unik dan Menyenangkan Menyambut Bulan Puasa di Semarang

Semarang – Salah satu tradisi yang menarik perhatian di Kota Semarang menjelang bulan puasa adalah Gebyuran Bustaman. Tradisi ini merupakan perang air yang dilakukan oleh warga Kampung Bustaman, Semarang, sebagai simbol membersihkan diri dari segala dosa dan kesalahan. Banyak pengunjung dari berbagai daerah yang datang untuk ikut serta atau sekadar menyaksikan tradisi ini.

Sejarah Gebyuran Bustaman

Menurut Hari Bustaman, tokoh masyarakat Kampung Bustaman, tradisi Gebyuran Bustaman sudah ada sejak 300 tahun yang lalu. Tradisi ini berasal dari kebiasaan Kiai Bustaman, pendiri kampung tersebut, yang memandikan cucunya sebelum memasuki bulan puasa.

“Tradisi ini sebenarnya sudah ada sejak 1742. Dulu awalnya Kiai Bustan gebyuri cucunya jelang puasa. Tradisi ini kita bawa sampai sekarang, sudah 300 tahun. Dulu sempat berhenti beberapa generasi tapi kita hidupkan lagi 2012,” kata Hari Bustaman saat ditemui di lokasi, Kelurahan Purwodinatan, Semarang, Minggu (3/3/2024).

Cara Melakukan Gebyuran Bustaman

Tradisi Gebyuran Bustaman biasanya digelar pada hari Minggu terakhir sebelum bulan puasa. Warga Kampung Bustaman dan pengunjung yang ingin ikut berpartisipasi harus datang sebelum pukul 15.00 WIB. Mereka akan disambut oleh panitia yang sudah menyiapkan cat air untuk mencoret-coret wajah mereka.

Hari Bustaman menjelaskan bahwa coret-coret di wajah ini merupakan lambang dari dosa dan kesalahan manusia yang harus dibersihkan dengan air. “Coret-coret lambang melunturkan dosa dan kesalahan, setelah merata corengnya masyarakat Bustaman dan pendatang kita gebyur, ibaratnya dosa ini menjelang puasa bersih dosanya,” ujarnya.

Selain cat air, panitia juga menyiapkan plastik-plastik berisi air yang disebar di depan rumah-rumah warga. Acara ini juga dimeriahkan dengan tari-tarian yang menampilkan budaya lokal. Gebyuran dimulai sekitar pukul 16.00 WIB dengan tanda penyiraman beberapa anak-anak oleh tokoh masyarakat sambil berdoa agar puasa tahun ini berkah.

Setelah itu, warga yang sudah memegang kantong-kantong air langsung saling melempar air ke arah yang lain. Ada juga yang menggunakan ember atau selang untuk membasahi warga yang lain. Suasana menjadi riuh dan ceria dengan teriakan dan tawa warga yang basah kuyup.

Pesona Gebyuran Bustaman

Tradisi Gebyuran Bustaman tidak hanya menarik warga Kampung Bustaman, tetapi juga banyak pengunjung dari luar kota yang penasaran dan ingin merasakan sensasinya. Salah satunya adalah Alfan, seorang pemuda asal Pekalongan yang datang bersama tiga temannya.

“Senang sih, penasaran juga pas dikasih tahu teman ada acara ini, akhirnya datang ke sini mau lihat tradisi di sini,” kata Alfan. Dia mengaku tidak membawa persiapan apa-apa, hanya datang dengan rasa penasaran dan ingin bersenang-senang.

Tradisi Gebyuran Bustaman merupakan salah satu bentuk pelestarian budaya lokal yang patut diapresiasi. Tradisi ini juga mengajarkan kita untuk membersihkan diri dari segala hal yang buruk dan mempersiapkan diri untuk menjalani ibadah puasa dengan hati yang bersih dan suci.

Also Read

Bagikan: